Jumat, 03 Juli 2015

Strategi Pendidikan Karakter Berbasis Sastra

Judul Buku      : Pendidikana Karakter Berbasis Sastra
Penulis             : Agus Wibowo, M.Pd
Penerbit           : Pustaka Pelajar
Cetakan           : Pertama Juli 2013
Tebal               : xii + 179 hlm
ISBN               : 978-602-229-222-7
Peresensi         : Marsus Banjarbarat
  
Degradasi moral pelajar kian hari semakin pelik. Berbagai upaya pemerintah dalam mengatasi perihal tersebut sudah dicanangkan. Salah satunya yakni mengupayakan sistem pendidikan karakter berbasis sastra. Sistem ini diupayakan dapat diaplikasikan mulai tingkat pendidikan paling rendah (PAUD) hingga perguruan tinggi (perkuliahan). Tujuannya, untuk mengatasi degradasi moral anak didik tersebut yang kian menipis. Selain itu, diharapkan akan lahirnya generasi bangsa dengan ketinggian budi pekerti dan akhlak yang mulia.
Tetapi, pertanyaannya apakah sistem tersebut dapat terealisasikan dengan baik?Dewasa ini, banyak ‘penyakit kerap menjangkit kaum pelajar: tauran antar sekolah, seks komersial, pembunuhan, dan lain semacamnya.
Kegagalan sistem pendidikan ini setidaknya ada tiga faktor: (1) sistem tersebut belum maksimal dalam penerapannya, (2) anak didik belum mampu menerima dan memahami sepenuhnya terhadap sistem tersebut, dan (3) pihak pemerintah dan sekolah belum memiliki kepedulian penuh terhadap sistem pendidikan tersebut (Hlm.77).
Dalam hal ini pemerintah seharusnya tidak hanya merumuskan bagaimana sistem tersebut diterapkan. Tetapi, harus ikut andil memberi teladan kepada anak didik dan masyarakat. Namun, kenyataannya bertolak belakang. Tidak sesikit aparat pemerintah yang melakukan tindak kriminal yang menciderai harkat dan martabat pendidikan dengan tindak korupsi, kolusi, nepotisme dan semacamnya.
Berbicara mengenai pendidikan karakter, tentunya tidak lepas dari tingkah laku dan nilai-nilai kebaikan setiap manusia. Pendidikan karakter merupakan istilah yang merujuk pada aplikasi nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku seseorang (hlm. 11). Artinya, pendidikan karakter merupakan sebuah upaya dalam mendidik anak agar memiliki tabiat, sifat kejiwaan dan tingkah laku yang baik dan mulia.
Menilik pada negara maju seperti Amerika, para negarawan di sana sangat cinta terhadap sastra. Dari sekian aparat pemerintah adalah seorang penyair, atau setidaknya sebagai apresiator sastra (hlm. 77). Tidak hanya itu, dari kalangan akademis dan guru juga demikian.Dengan begitu anak didik benar-benar diajari cinta menulis, membaca, dan memahami serta mengapresiasi sastra.
Kebiasaan tersebut, menjadikan anak didik bisa mempunyai pengertian tentang manusia dan kemanusiaan, nilai-nilai dan norma, mendapatkan ide-ide baru, meningkatkan pengetahuan sosial-budaya, berkembang rasa karsanya, terbinanya watak dan kepribadian dalam kehidupannya (hlm. 79).
Pada praktiknya pengajaran sastra di Indonesia tetap tidak menarik. Penyebabnya adalah kurangnya guru dalam menguasai sastra, dan dalam mengajar tidak memotivasi anak didiknya, sehingga anak didik kurang akrab terhadap karya sastra (hlm. 79).
Pertanyaannya kemudian, apakah pemerintah dan pihak sekolah telah mengakomodir nilai-nilai karakter tersebut? Ini suatu hal penting untuk kita benahi dalam menciptakan sistem pendidikan yang benar-benar baik yang dapat menciptakan output anak didik yang bermutu dan berkarakter mulia.
Setidaknya, tiga aspek yang ditawarkan penulis dalam buku ini terkait sistem pendidikan karakter: pertama, aspek keteladanan. Pemerintah dan pihak sekolah harus memberi teladan baik terkait arah pendidikan. Keteladan menjadi penting mengingat aspek itu kian lunturyang dipertontonkan cendrung keteladanan minus pekerti dan jauh dari susila sehingga output pendidikan kian destruktif.
Kedua, aspek inspirasi. Pemerintah dan pihak sekolah harus senantiasa menjadisumber inspirasi bagi anak didiknya. Inspirasi inilah yang akan menghidupkembangkan pendidikan bangsa. Tanpa inspirasi yang dibarengi imajinasi, dunia pendidikan akan kering. Sementara itu, insan pendidikan laksana robot-robot yang digerakkan motoriknya. 
Ketiga, aspek motivasi atau dorongan. Pemerintah dan pihak sekolah seyogianya tidak pernah lelah memotivasi anak didiknya. Motivasi dan dorongan ini menjadi penting ketika pendidikan dihempas cobaan dahsyat. Ketika pemerintah dan guru mampu menjadi motivator, dunia pendidikan akan tumbuh dinamis, sehingga output-nya akan menjadi generasiyang penuh semangat dan bermental (Hlm.139-141).
Sayangnya, dalam buku ini penulis tidak mengutip kebobrokan pemerintah dalam menjalankan tugas institusi untuk mencerdaskan anak bangsa. Sehingga kegagalan sistem pendidikan berbasis karakter seolah bertumpuk pada minusnya sistem yang diterapkan.
Sumber: http://marsusbanjarbarat.blogspot.com/2014/03/strategi-pendidikan-karakter-berbasis.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Merefleksi Solusi (Masalah) dalam Pendidikan

Judul Buku               : Malpraktik Pendidikan Penulis Buku            : Agus Wibowo  Penerbit                     : GENTA PRES...